Rabu, 12 Juli 2017

KARANTINA HEWAN DALAM MENCEGAH PENYAKIT ZOONOSIS

Karantina adalah tempat pengasingan dan/ tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama dan penyakit atau organism pengganggu dari luar negeri dan dari suatu daerah ke area lain didalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah Republik Indonesia. 
Selain itu karantina juga dapat diartikan sebagai pembatasan aktivitas yang ditujukan terhadap  orang atau binatang yang menderita penyakit menular pada masa penularan . tujuannya adalah untuk mencegah penyakit pada masa inkurbasi jika penyakit tersebut benar-benar diduga akan terjadi. Ada dua jenis tindakan karantina yaitu:
1.    Karantina Absolut atau Karantina Lengkap ialah pembatasan ruang gerak terhadap mereka yang telah terpajan dengan penderita penyakit menular. Lamanya pembatasan ruang gerak ini tidak lebih dari masa inkurbasi terpanjang penyakit menular tersebut. Tujuan dari tindakan ini dalah untuk mencegah orang ini kontak dengan orang-orang yang belum terpajang.
2.    Karantina yang dimodifikasi adalah suatu tindakan selektif berupa pembatasan gerak bagi mereka yang terpajan dengan penderita penyakit menular.
Tugas karantina yaitu untuk mengatur, mengawasi dan mengamankan segala sesuatu yang menyangkut masalah kesehatan masyarakat, hewan dan tumbuh tumbuhan serta dampaknya terhadap lingkungan disuatu Negara bersangkutan,sehingga dapat mencegah dan menghindari adanya penyakit menular yang dibawa oleh penumpang datang/ berangkat keluar negeri maupun terhadap hewan ternak serta flora dan fauna yang dilindungi. Proses pemeriksaan karantina dibandara dilaksanakan oleh petugas karantina Bandar udara dan dilaksanakan oleh petugas karantina dari kantor kesehatan. Indonesia adalah negara yang bebas beberapa penyakit hewan menular baik penyakit hewan eksotik  maupun penyakit zoonosis. Dalam melaksanakan pencegahan dan penolakan hama penyakit hewan karantina maka Karantina Hewan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional. Kebijakan Karantina Hewan adalah mempertahankan status bebas Indonesia dari beberapa   penyakit hewan menular utama (major epizootic disease), memberlakukan tindakan pengamanan maksimum (maximum security), melakukan pengawasan pemeriksaan lalu lintas hewan dan produknya dengan maksud melindungi sumber daya alam hayati fauna dari ancaman penyakit hewan berbahaya lainnya serta penyakit eksotik. Selain itu menerapkan ”minimum disease program”. Dalam operasionalisasi kebijakan Karantina  Hewan, dilakukan tindakan karantina terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina disetiap entry/exit point yang terdiri dari Pemeriksaan, Pengasingan, Pengamatan, Perlakuan, Penahanan, Penolakan: Pemusnahan, dan Pembebasan yang dikenal dengan Tindakan Karantina.


Peranan dan fungsi karantina dalam era globalisasi dan perdagangan bebas dewasa ini semakin dirasakan sangat penting dan strategis dalam perdagangan dunia (International Trade), yang tidak lagi mengenal batas-batas wilayah antar negara (Borderless Country). Hal ini dapat menimbulkan mudahnya penyebaran hama penyakit hewan  menular  dari  suatu  negara ke negara lain. Untuk itu Karantina Hewan dituntut harus mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara professional,  mandiri dan lebih modern. Oleh sebab itu Karantina dalam menerapkan Sanitary and Pythosanitary Agreement (SPS) - WTO terhadap lalu lintas komoditas pertanian khususnya hewan dan produk hewan ditujukan untuk melindungi kehidupan dari ancaman bahaya masuknya penyakit zoonosa atau bahan pangan yang tercemar mikroba dan residu (antibiotika, logam berat, pertisida, dan bahan kimia lainnya) yang dapat berakibat pada kematian atau gangguan kesehatan manusia atau kesehatan hewan serta kelestarian sumber daya alam hayati dan lingkungan hidup.
Saat ini Indonesia adalah salah satu dari 5 (lima) negara besar di dunia yang dinyatakan bebas Penyakit Mulut dan  Kuku (PMK) tanpa vaksinasi dan dideklarasi secara internasional oleh OIE Oktober tahun 1990. Selain Indonesia keempat negara tersebut adalah Amerika Serikat (USA), Kanada, Australia dan Selandia Baru. Disamping itu Indonesia bebas penyakit hewan menular lainnya seperti Rinderpest, penyakit sapi gila (Mad Cow Disease/Bovine Spongiform Encephalopathy), Contagius Bovine Pleuropneumonie (CBPP), Demam Lembah Rift (Rift Valley Fever/RVF), Nipah Virus dan penyakit lainnya. Namun demikian ada beberapa penyakit yang bersifat zoonosis keberadaannya secara endemik ada di beberapa wilayah Indonesia diantaranya anthrax, rabies, leptospirosis, brucellosis, toksoplasmosis dan lain-lainnya.
Untuk mengantisipasi kemungkinan masuk dan tersebarnya penyakit tersebut baik dari luar negeri maupun antar area tentu diperlukan pengawasan dan pemeriksaan yang menjadi peranan Karantina Hewan sangat penting untuk melakukan tindakan pencegahan dan penangkalan atau penolakan masuk dan tersebarnya hama penyakit hewan serta diharapkan mampu mengelola suatu sistem kewaspadaan atau kesiagaan  darurat  jika  terjadi suatu wabah hama penyakit hewan karantina. Oleh karena itu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Karantina Hewan di  pintu-pintu   masuk dan keluar (entry/exit point) diharuskan melakukan kegiatan pengawasan, pemeriksaan dan tindakan karantina terhadap lalu lintas hewan dan produk olahannya yang dapat bertindak sebagai media pembawa hama penyakit hewan karantina.


PERANAN KARANTINA HEWAN DALAM PENCEGAHAN DAN PENOLAKAN  PENYAKIT

Peraturan karantina hewan
Dalam melaksanakan pencegahan dan penolakan hama penyakit hewankarantina, diimplementasikan peraturan perundang- undangan sesuai dengan ketentuan-ketentuan nasional dan internasional.
Ketentuan nasional yang erat kaitannya dengan karantina hewan
Undang-undang No. 6 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Undang-undang No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan;
Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Oragnization.
Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Peraturan Pemerintah No.15 Tahun  1978 tentang Penolakan, Pencegahan, Pemberantasan dan Pengobatan  Penyakit Hewan.
Peraturan Pemerintah No.22 Tahun  1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner;
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun  2000 tentang Karantina Hewan;
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun  2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.

Ketentuan ditingkat internasional

Office International des  Epizooties  (OIE) – Terresterial Animal  Health  Code
World Health Organization (WHO)
Food and Agriculture Organization (FAO)
Sanitary and Phytosanitary Agreement - World Trade Organization  (SPS  -  WTO)
Convention on International Trade in Endangerous Species of Wild  Fauna and Flora (CITES)

KEBIJAKAN KARANTINA HEWAN

Dalam melaksanakan tugas fungsi pencegahan dan penolakan masuk dan tersebarnya hama penyakit hewan karantina maka Karantina Hewan melakukan pengawasan lalulintas perdagangan hewan dan produknya sesuai dengan aturan dan ketentuan- ketentuan tersebut diatas. Kebijakan Karantina Hewan dalam hal ini adalah :
Mempertahankan status bebasnya Indonesia dari beberapa penyakit hewan menular utama (major  epizootic disease) dari kemungkinan masuk dan tersebarnya agen penyakit dari luar negeri.
Mengimplementasikan  kebijakan pengamanan maksimum (maximum security policy) dengan menerapkan kebijakan pelarangan atau pelarangan sementara jika terjadi wabah penyakit hewan menular, yang dalam pelaksanaannya memantau perkembangan situasi wabah melalui berbagai informasi resmi baik dari OIE maupun dengan mencermati pelaporan negara yang bersangkutan atau melalui komunikasi langsung dengan Negara tersebut.
Melakukan pengawasan dan pemeriksaan lalu lintas hewan dan produknya dengan menerapkan CIA (Controlling, Inpection and Approval) untuk melindungi sumber daya alam hayati fauna dari ancaman penyakit hewan berbahaya lainnya serta penyakit eksotik.
Melakukan Minimum Disease Program yaitu program untuk meminimalkan kasus penyakit hewan di suatu wilayah/daerah tertentu di Indonesia melalui sistem pengendalian dan pengawasan lalu lintas hewan dan produknya antar wilayah/antar pulau sehingga dapat mencegah dan  menangkal penyebarannya.
Mewujudkan pelayanan karantina hewan yang modern, mandiri dan professional.
Dalam menjalankan kebijakan karantina hewan yang dilaksanakan oleh petugas karantina hewan  di  lapangan  untuk  memastikan dan meyakinkan bahwa media pembawa tersebut tidak mengandung  atau tidak dapat lagi menularkan hama penyakit hewan karantina, tidak lagi membahayakan kesehatan manusia dan menjaga ketenteraman bathin masyarakat, mengangkat harkat dan martabat hidup masyarakat melalui kecukupan pangan yang bermutu dan bergizi, serta ikut menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Secara umum pelaksanaan tindakan karantina khususnya terhadap media pembawa hama dan penyakit hewan karantina dapat diuraikan sebagai berikut:

1.      Pemeriksaan

Dilakukan untuk mengetahui kelengkapan isi dokumen dan mendeteksi  hama  dan  penyakit hewan karantina, status kesehatan dan sanitasi media pembawa, atau kelayakan sarana prasarana karantina, alat angkut. Pemeriksaan kesehatan atau sanitasi media pembawa dilakukan secara fisik dengan  cara pemeriksaan klinis pada hewan atau pemeriksaan kemurnian atau keutuhan secara organoleptik pada bahan asal hewan, hasil  bahan asal hewan dan benda lain.

2.      Pengasingan
Dilakukan terhadap sebagian atau seluruhnya media pembawa untuk diadakan pengamatan, pemeriksaan dan perlakukan dengan tujuan untuk mencegah kemungkinan penularan   hama   penyakit   hewan  karantina selama waktu tertentu yang akan dipergunakan sevagai dasar penetapan masa karantina

3.      Pengamatan

Mendeteksi lebih lanjut hama penyakit  hewan karantina dengan cara mengamati timbulnya gejala hama penyakit hewan karantina pada media pembawa selama diasingkan dengan mempergunakan system semua masuk – semua keluar

4.      Perlakuan

Merupakan tindakan untuk membebaskan dan mensucihamakan media pembawa dari  hama penyakit hewan karantina, atau tindakan lain yang bersifat preventif, kuratif dan promotif.

5.      Penahanan

Dilakukan terhadap media pembawa yang belum memenuhi persyaratan karantina atau dokumen yang dipersyaratkan oleh Menteri  lain yang terkait atau dalam pemeriksaan masih diperlukan konfirmasi lebih lanjut.

6.      Penolakan

Dilakukan penolakan apabila media pembawa tersebut berasal dari daerah/negara terlarang karena masih terdapat/tertular atau sedang wabah penyakit hewan karantina golongan I, atau pada waktu pemeriksaan ditemukan gejala adanya penyakit hewan karantina golongan I, atau pada waktu pemeriksaan tidak dilengkapi dengan dokumen karantina (sertifikat kesehatan).

7.      Pemusnahan

Pemusnahan dilakukan apabila media pembawa yang ditahan tersebut melewati batas waktu yang ditentukan dan pemilik/kuasanya tidak dapat memenuhi persyaratan yang diperlukan, atau terhadap media pembawa tersebut ditemukan adanya hama dan  penyakit
hewan karantina golongan I atau golongan II tetapi telah diobati ternyata tidak dapat disembuhkan, atau hewan yang ditolak tidak segera di berangkatkan/tidak mungkin  dilakukan penolakan dan media pembawa tersebut berasal dari daerah terlarang atau  daerah yang tidak bebas dari penyakit hewan karantina golongan I.

8.      Pembebasan

Pembebasan dilakukan apabila semua kewajiban dan persyaratan untuk memasukkan/mengeluarkan media pembawa tersebut telah dipenuhi dan dalam pemeriksaan tidak ditemukan adanya/dugaan adanya gejala hama dan penyakit hewan  karantina,  atau  selama pengasingan dan pengamatan tidak ditemukan adanya hama dan penyakit hewan karantina. Pembebasan untuk masuk diberikan dengan sertifikat  pelepasan/pembebasan sedang pembebasan keluar diberikan dengan Sertifikat kesehatan.

TINJAUAN BEBERAPA JENIS PENYAKIT ZOONOSIS

Sampai saat ini dikenal kurang lebih 150  jenis penyakit zoonosis, tetapi  untunglah bahwa sebagian besar dapat dikendalikan. Beberapa penyakit zoonosis telah dikenal di Indonesia dan beberapa diantaranya sangat ditakuti karena menyebabkan kematian dan kerugian ekonomi yang sangat besar. Salah satu penyakit zoonosis yang berbahaya adalah rabies yang penyebarannya cenderung makin meluas di Indonesia sampai kedaerah  atau  pulau yang tadinya bebas. Kasus gigitan rabies dilaporkan terjadi di Ternate pada bulan Mei 2005 serta di Ketapang (Kalbar) Juni 2005. Terjadinya second outbreak wabah flu burung (Avian Influenza) pada unggas di Tangerang bulan Juni 2005 dan ditemukannya agen Virus H5N1 pada ternak babi serta adanya kematian pada manusia yang diduga penyebabnya adalah Virus Flu Burung.




Jenis-jenis penyakit zoonosis dapat dibedakan menurut cara penularannya, karena reservoirnya dan agen penyebabnya.

Cara penularan penyakit dikenal :

1.      Zoonosis langsung (Direct  zoonosis)  bila siklus penularannya dapat berlangsung dialam hanya dengan satu vertebrata saja.
2.      Siklo Zoonosis bila siklus penularannya memerlukan lebih dari satu vertebrata untuk menyempurnakan siklus hidup agens penyebab penyakit
3.      Meta Zoonosis bila siklus penularannya memerlukan baik vertebrata maupun invertebrata.
4.      Sapro Zoonosis bila siklus penularan golongan ini tergantung kepada benda- benda bukan hewan (non animals)


Menurut reservoir penyakit zoonosis dibedakan menjadi :
1.      Anthropozoonosis : bila penyakit dapat secara bebas berkembang dialam diantara hewan-hewan lair maupun domestic. Manusia hanyalah kadang- kadang terinfeksi dan merupakan titik akhir (dead end), contoh penyakit  rabies.
2.      Amphixenosis: manusia dan hewan sama-sama merupakan reservoir yang cocok untuk penyebab penyakit dan infeksi tetap berjalan secara bebas biarpun tanpa adanya campur tangan atau keterlibatan grup lain.
3.      Zooanthroponosis : bila penyakit secara bebas di manusia atau merupakan penyakit manusia dan hanya kadang- kadang saja menyerang hewan secara cul de sac, contoh tuberculosis

Menurut agen penyebab penyakit dibedakan

1.      Bacterial Zoonosis bila disebabkan oleh bakteri (Antrhax, Brucellosis, Leptospirosis)
2.      Viral Zoonosis bila disebabkan oleh  virus (Rabies, Flu burung )
3.      Protozoic Zoonosis bila  disebabkan  oleh protozoa (Trypanosomiasis, simian malarie)
4.      Parazitic Zoonosis bila disebabkan oleh parasit yaitu cacing (Trikhinosis, Taeniasis,  sistiserkosis)
                                  
KERUGIAN SOSIAL DAN EKONOMI
                                                
Secara umum  kerugian  sosial  ekonomi  yang ditimbulkan akibat penyakit zoonosis sangat berdampak terhadap perekonomian  suatu daerah yang tertular atau terjadi wabah. Bentuk kerugian yang ditimbulkan akibat penyakit zoonosis adalah sebagai berikut :Kerugian pada saat wabah
Biaya penanggulangan penyakit, pengobatan ternak dan manusia yang sakit, kematian ternak bahkan menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat, turunnya pendapatan peternak.
Kerugian pengendalian pasca wabah biaya rehabilitasi lingkungan, biaya produksi yang menjadi tinggi, menurunnya investasi pada budidaya peternakan, kredit macet, pengangguran dan ekspor peternakan yang ditolak di  luar negeri. Kerugian akibat pemulihan public awareness
Adanya ketakutan masyarakat untuk mengkonsumsi hasil peternakan menyebabkan kerugian bagi industri peternakan baik dari hilir maupun hulu, adanya penurunan wisatawan pada daerah terjadi wabah menyebabkan kerugian industri pariwisata.

Kesimpulan :

Dari uraian-uraian yang disebut  diatas dapat disimpulkan bahwa peranan dan posisi Karantina Hewan dalam mencegah dan menangkal penyakit zoonosis sangatlah penting. Untuk itu beberapa rekomendasi yang dapat dikemukakan: Menerapkan Sanitary and Phytosanitary Agreement – WTO untuk meningkatkan pengawasan/monitoring/ screening terhadap hewan, produk hewan dan media pembawa secara ketat dipintu-pintu masuk dan keluar. Sosialisasi dan penyebarluasan informasi pada masyarakat tentang bahayanya penyakit zoonosis dan karenanya perlu ditingkatkan upaya mencegah masuk dan tersebarnya hama penyakit hewan menular. Memberdayakan petugas Karantina Hewan secara lebih optimal dalam pengawasan dan pemeriksaan lalu lintas hewan hewan, produk hewan dan media pembawa secara ketat dipintu-pintu masuk dan keluar. Melakukan monitoring, control dan surveillance secara  terpadu berkoordinasi dengan instansi terkait dalam pengendalian penyakit zoonosis melalui program rutin nasional dengan sarana dan prasarana yang memadai.








DAFTAR PUSTAKA

[BARANTAN] BADAN  KARANTINA  PERTANIAN. 2004.
Rencana Strategik Pembangunan Badan Karantina Pertanian 2005 – 2009. Jakarta : Badan Karantina Pertanian.
[PKH]  PUSAT  KARANTINA  HEWAN.  2002. Rencana
Strategis dan Kebijakan Teknis Karantina Hewan. Jakarta : Pusat Karantina Hewan.
[PKH] PUSAT KARANTINA HEWAN. 2003. Buku Saku
Peraturan Perundang-undangan Karantina Hewan. Jakarta : Pusat Karantina Hewan.
SOEJOEDONO RR. 2000. Bahan Mata Ajaran Zoonosis. Bogor : Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan  Institut Pertanian Bogor.


  





NAMA KELOMPOK:
1. SITI DARA ISLAMI LATIF
2. TAMARA FAUZIYAH
3. VINA SAFITRI








Tidak ada komentar:

Posting Komentar