Karantina adalah tempat
pengasingan dan/ tindakan sebagai upaya pencegahan masuk dan tersebarnya hama
dan penyakit atau organism pengganggu dari luar negeri dan dari suatu daerah ke
area lain didalam negeri, atau keluarnya dari dalam wilayah Republik Indonesia.
Selain itu karantina juga dapat diartikan sebagai pembatasan aktivitas yang
ditujukan terhadap orang atau binatang yang menderita penyakit menular
pada masa penularan . tujuannya adalah untuk mencegah penyakit pada masa
inkurbasi jika penyakit tersebut benar-benar diduga akan terjadi. Ada dua jenis
tindakan karantina yaitu:
1. Karantina
Absolut atau Karantina Lengkap ialah pembatasan ruang gerak terhadap mereka
yang telah terpajan dengan penderita penyakit menular. Lamanya pembatasan ruang
gerak ini tidak lebih dari masa inkurbasi terpanjang penyakit menular tersebut.
Tujuan dari tindakan ini dalah untuk mencegah orang ini kontak dengan
orang-orang yang belum terpajang.
2. Karantina
yang dimodifikasi adalah suatu tindakan selektif berupa pembatasan gerak bagi
mereka yang terpajan dengan penderita penyakit menular.
Tugas karantina yaitu untuk
mengatur, mengawasi dan mengamankan segala sesuatu yang menyangkut masalah
kesehatan masyarakat, hewan dan tumbuh tumbuhan serta dampaknya terhadap
lingkungan disuatu Negara bersangkutan,sehingga dapat mencegah dan menghindari
adanya penyakit menular yang dibawa oleh penumpang datang/ berangkat keluar
negeri maupun terhadap hewan ternak serta flora dan fauna yang dilindungi.
Proses pemeriksaan karantina dibandara dilaksanakan oleh petugas karantina
Bandar udara dan dilaksanakan oleh petugas karantina dari kantor kesehatan. Indonesia adalah negara yang bebas beberapa penyakit hewan
menular baik penyakit hewan eksotik
maupun penyakit zoonosis. Dalam melaksanakan pencegahan dan penolakan
hama penyakit hewan karantina maka Karantina Hewan menerapkan peraturan
perundang-undangan sesuai dengan ketentuan nasional dan internasional.
Kebijakan Karantina Hewan adalah mempertahankan status bebas Indonesia dari
beberapa penyakit hewan menular utama (major epizootic disease), memberlakukan
tindakan pengamanan maksimum (maximum security), melakukan pengawasan
pemeriksaan lalu lintas hewan dan produknya dengan maksud melindungi sumber
daya alam hayati fauna dari ancaman penyakit hewan berbahaya lainnya serta
penyakit eksotik. Selain itu menerapkan ”minimum
disease program”. Dalam operasionalisasi kebijakan Karantina Hewan, dilakukan tindakan karantina terhadap
media pembawa hama dan penyakit hewan karantina disetiap entry/exit point yang terdiri dari Pemeriksaan, Pengasingan,
Pengamatan, Perlakuan, Penahanan, Penolakan: Pemusnahan, dan Pembebasan yang
dikenal dengan Tindakan Karantina.
Peranan dan fungsi karantina dalam era globalisasi dan
perdagangan bebas dewasa ini semakin dirasakan sangat penting dan strategis
dalam perdagangan dunia (International
Trade), yang tidak lagi mengenal batas-batas wilayah antar negara (Borderless Country). Hal ini dapat menimbulkan mudahnya penyebaran hama penyakit
hewan menular dari
suatu negara ke negara lain.
Untuk itu Karantina Hewan dituntut harus mampu menjalankan fungsi dan tugasnya
secara professional, mandiri dan lebih
modern. Oleh sebab itu Karantina dalam menerapkan Sanitary and Pythosanitary Agreement (SPS) - WTO terhadap lalu
lintas komoditas pertanian khususnya hewan dan produk hewan ditujukan untuk
melindungi kehidupan dari ancaman bahaya masuknya penyakit zoonosa atau bahan pangan yang tercemar mikroba dan
residu (antibiotika, logam berat, pertisida, dan bahan kimia lainnya) yang
dapat berakibat pada kematian atau gangguan kesehatan manusia atau kesehatan
hewan serta kelestarian sumber daya alam hayati dan lingkungan hidup.
Saat ini Indonesia adalah salah satu dari 5 (lima) negara
besar di dunia yang dinyatakan bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) tanpa vaksinasi dan dideklarasi
secara internasional oleh OIE Oktober
tahun 1990. Selain
Indonesia keempat negara tersebut adalah Amerika Serikat (USA), Kanada,
Australia dan Selandia Baru. Disamping itu Indonesia bebas penyakit hewan
menular lainnya seperti Rinderpest,
penyakit sapi gila (Mad Cow
Disease/Bovine Spongiform Encephalopathy), Contagius Bovine Pleuropneumonie
(CBPP), Demam Lembah Rift (Rift Valley
Fever/RVF), Nipah Virus dan penyakit lainnya. Namun demikian ada beberapa
penyakit yang bersifat zoonosis keberadaannya secara endemik ada di beberapa wilayah Indonesia diantaranya
anthrax, rabies, leptospirosis, brucellosis, toksoplasmosis dan lain-lainnya.
Untuk mengantisipasi kemungkinan masuk dan tersebarnya
penyakit tersebut baik dari luar
negeri maupun antar area tentu diperlukan pengawasan dan pemeriksaan yang
menjadi peranan Karantina Hewan sangat penting
untuk melakukan tindakan pencegahan dan penangkalan atau penolakan masuk
dan tersebarnya hama penyakit hewan serta diharapkan mampu mengelola suatu
sistem kewaspadaan atau kesiagaan
darurat jika terjadi suatu wabah hama penyakit hewan
karantina. Oleh karena itu Unit Pelaksana Teknis (UPT) Karantina Hewan di pintu-pintu
masuk dan keluar (entry/exit point) diharuskan melakukan kegiatan pengawasan,
pemeriksaan dan tindakan karantina terhadap lalu lintas hewan dan produk
olahannya yang dapat bertindak sebagai media pembawa hama penyakit hewan
karantina.
PERANAN KARANTINA HEWAN
DALAM PENCEGAHAN DAN PENOLAKAN PENYAKIT
Peraturan karantina
hewan
Dalam melaksanakan pencegahan dan penolakan hama penyakit
hewankarantina, diimplementasikan peraturan perundang- undangan sesuai dengan
ketentuan-ketentuan nasional dan internasional.
Ketentuan nasional yang erat kaitannya dengan karantina hewan
Undang-undang No. 6 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Peternakan
dan Kesehatan Hewan.
Undang-undang No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan
dan Tumbuhan;
Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing The World Trade Oragnization.
Undang-undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan.
Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 1978 tentang Penolakan, Pencegahan,
Pemberantasan dan Pengobatan Penyakit Hewan.
Peraturan Pemerintah No.22 Tahun 1983 tentang Kesehatan Masyarakat Veteriner;
Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2000 tentang Karantina Hewan;
Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan.
Ketentuan ditingkat internasional
Office International des
Epizooties (OIE) – Terresterial
Animal Health Code
World Health Organization
(WHO)
Food and Agriculture Organization (FAO)
Sanitary and Phytosanitary Agreement - World Trade
Organization (SPS - WTO)
Convention on International Trade in Endangerous Species of
Wild Fauna and Flora (CITES)
KEBIJAKAN KARANTINA
HEWAN
Dalam melaksanakan tugas fungsi pencegahan dan penolakan
masuk dan tersebarnya hama penyakit hewan karantina maka Karantina Hewan
melakukan pengawasan lalulintas perdagangan hewan dan produknya sesuai
dengan aturan dan ketentuan-
ketentuan tersebut diatas. Kebijakan Karantina Hewan dalam hal ini adalah :
Mempertahankan status bebasnya Indonesia dari beberapa
penyakit hewan menular utama (major
epizootic disease) dari kemungkinan masuk dan tersebarnya agen
penyakit dari luar negeri.
Mengimplementasikan kebijakan pengamanan maksimum (maximum security policy) dengan
menerapkan kebijakan pelarangan atau pelarangan sementara jika terjadi wabah
penyakit hewan menular, yang dalam pelaksanaannya memantau perkembangan situasi wabah melalui berbagai informasi
resmi baik dari OIE maupun dengan mencermati pelaporan negara yang bersangkutan
atau melalui komunikasi langsung dengan Negara tersebut.
Melakukan pengawasan dan pemeriksaan
lalu lintas hewan dan produknya dengan menerapkan CIA (Controlling, Inpection and Approval) untuk melindungi sumber daya
alam hayati fauna dari ancaman penyakit hewan berbahaya lainnya serta penyakit
eksotik.
Melakukan Minimum
Disease Program yaitu program untuk meminimalkan kasus penyakit hewan di
suatu wilayah/daerah tertentu di Indonesia melalui sistem pengendalian dan
pengawasan lalu lintas hewan dan produknya antar wilayah/antar pulau sehingga
dapat mencegah dan menangkal penyebarannya.
Mewujudkan pelayanan karantina hewan yang modern, mandiri dan
professional.
Dalam menjalankan kebijakan karantina hewan yang dilaksanakan
oleh petugas karantina hewan di lapangan
untuk memastikan dan meyakinkan
bahwa media pembawa tersebut tidak mengandung
atau tidak dapat lagi menularkan hama penyakit hewan karantina, tidak
lagi membahayakan kesehatan manusia dan menjaga ketenteraman bathin masyarakat,
mengangkat harkat dan martabat hidup masyarakat melalui kecukupan pangan yang
bermutu dan bergizi, serta ikut menjaga kelestarian sumber daya alam dan
lingkungan hidup.
Secara umum pelaksanaan tindakan karantina khususnya terhadap
media pembawa hama dan penyakit hewan karantina dapat diuraikan sebagai
berikut:
1.
Pemeriksaan
Dilakukan untuk mengetahui kelengkapan isi dokumen dan
mendeteksi hama dan
penyakit hewan karantina, status kesehatan dan sanitasi media pembawa,
atau kelayakan sarana prasarana karantina, alat angkut.
Pemeriksaan kesehatan atau sanitasi media pembawa dilakukan secara fisik
dengan cara pemeriksaan klinis pada
hewan atau pemeriksaan kemurnian atau keutuhan secara organoleptik pada bahan
asal hewan, hasil bahan asal hewan dan
benda lain.
2.
Pengasingan
Dilakukan terhadap sebagian atau seluruhnya media pembawa
untuk diadakan pengamatan, pemeriksaan dan perlakukan dengan tujuan untuk
mencegah kemungkinan penularan
hama penyakit hewan
karantina selama waktu tertentu yang akan dipergunakan sevagai dasar penetapan
masa karantina
3.
Pengamatan
Mendeteksi lebih lanjut hama penyakit hewan karantina dengan cara mengamati
timbulnya gejala hama penyakit hewan karantina pada media pembawa selama
diasingkan dengan mempergunakan system semua masuk – semua keluar
4.
Perlakuan
Merupakan tindakan untuk membebaskan dan mensucihamakan media
pembawa dari hama penyakit hewan
karantina, atau tindakan lain yang bersifat preventif, kuratif dan promotif.
5.
Penahanan
Dilakukan terhadap media pembawa yang belum memenuhi
persyaratan karantina atau dokumen yang dipersyaratkan oleh Menteri lain yang terkait
atau dalam pemeriksaan masih diperlukan konfirmasi lebih
lanjut.
6.
Penolakan
Dilakukan penolakan apabila media pembawa tersebut berasal
dari daerah/negara terlarang karena masih terdapat/tertular atau sedang wabah
penyakit hewan karantina golongan I, atau pada waktu pemeriksaan ditemukan
gejala adanya penyakit hewan karantina golongan I, atau pada waktu pemeriksaan
tidak dilengkapi dengan dokumen karantina (sertifikat kesehatan).
7.
Pemusnahan
Pemusnahan dilakukan apabila media pembawa yang ditahan
tersebut melewati batas waktu yang ditentukan dan pemilik/kuasanya tidak dapat
memenuhi persyaratan yang diperlukan, atau terhadap media pembawa tersebut
ditemukan adanya hama dan penyakit
hewan karantina golongan I atau golongan II tetapi telah
diobati ternyata tidak dapat disembuhkan, atau hewan yang ditolak tidak segera
di berangkatkan/tidak mungkin dilakukan
penolakan dan media pembawa tersebut berasal dari daerah terlarang atau daerah yang tidak bebas dari penyakit hewan
karantina golongan I.
8.
Pembebasan
Pembebasan dilakukan apabila semua kewajiban dan persyaratan
untuk memasukkan/mengeluarkan media pembawa tersebut telah dipenuhi dan dalam
pemeriksaan tidak ditemukan adanya/dugaan adanya gejala hama dan penyakit
hewan karantina, atau
selama pengasingan dan pengamatan tidak ditemukan adanya hama dan
penyakit hewan karantina. Pembebasan untuk masuk diberikan dengan
sertifikat pelepasan/pembebasan sedang
pembebasan keluar diberikan dengan Sertifikat kesehatan.
TINJAUAN BEBERAPA JENIS
PENYAKIT ZOONOSIS
Sampai saat ini dikenal kurang lebih 150 jenis penyakit zoonosis, tetapi untunglah bahwa sebagian besar dapat
dikendalikan. Beberapa penyakit zoonosis telah dikenal di Indonesia dan
beberapa diantaranya sangat ditakuti karena menyebabkan kematian dan kerugian
ekonomi yang sangat besar. Salah satu penyakit zoonosis yang berbahaya adalah
rabies yang penyebarannya cenderung makin meluas di Indonesia sampai kedaerah atau
pulau yang tadinya bebas. Kasus gigitan rabies dilaporkan terjadi di
Ternate pada bulan Mei 2005 serta di Ketapang (Kalbar) Juni 2005. Terjadinya second outbreak wabah flu burung (Avian Influenza) pada unggas di
Tangerang bulan Juni 2005 dan ditemukannya agen Virus H5N1 pada ternak babi
serta adanya kematian pada manusia yang diduga penyebabnya adalah Virus Flu Burung.
Jenis-jenis penyakit zoonosis dapat dibedakan menurut cara
penularannya, karena reservoirnya dan agen penyebabnya.
Cara penularan penyakit dikenal :
1.
Zoonosis
langsung (Direct zoonosis)
bila siklus penularannya dapat berlangsung dialam hanya dengan satu
vertebrata saja.
2.
Siklo Zoonosis bila siklus penularannya memerlukan
lebih dari satu vertebrata untuk menyempurnakan siklus hidup agens penyebab penyakit
3.
Meta Zoonosis bila siklus penularannya memerlukan
baik vertebrata maupun invertebrata.
4.
Sapro Zoonosis bila siklus penularan golongan ini
tergantung kepada benda- benda bukan hewan (non animals)
Menurut reservoir
penyakit zoonosis dibedakan menjadi :
1.
Anthropozoonosis : bila penyakit dapat secara bebas
berkembang dialam diantara hewan-hewan lair maupun domestic. Manusia hanyalah
kadang- kadang terinfeksi dan merupakan titik akhir (dead end), contoh penyakit
rabies.
2.
Amphixenosis: manusia dan hewan sama-sama
merupakan reservoir yang cocok untuk penyebab penyakit dan infeksi tetap
berjalan secara bebas biarpun tanpa adanya campur tangan atau keterlibatan grup lain.
3.
Zooanthroponosis : bila penyakit secara bebas di
manusia atau merupakan penyakit manusia dan hanya kadang- kadang saja menyerang
hewan secara cul de sac, contoh tuberculosis
Menurut agen penyebab
penyakit dibedakan
1.
Bacterial Zoonosis bila disebabkan oleh bakteri
(Antrhax, Brucellosis, Leptospirosis)
2.
Viral Zoonosis bila disebabkan oleh virus (Rabies, Flu burung )
3.
Protozoic Zoonosis bila
disebabkan oleh protozoa
(Trypanosomiasis, simian malarie)
4.
Parazitic Zoonosis bila disebabkan oleh parasit yaitu
cacing (Trikhinosis, Taeniasis, sistiserkosis)
KERUGIAN SOSIAL DAN
EKONOMI
Secara umum
kerugian sosial ekonomi
yang ditimbulkan akibat penyakit zoonosis sangat berdampak terhadap
perekonomian suatu daerah yang tertular
atau terjadi wabah. Bentuk kerugian yang ditimbulkan akibat penyakit zoonosis
adalah sebagai berikut :Kerugian pada saat wabah
Biaya penanggulangan penyakit, pengobatan ternak dan manusia
yang sakit, kematian ternak bahkan menimbulkan gangguan kesehatan masyarakat,
turunnya pendapatan peternak.
Kerugian pengendalian pasca
wabah biaya rehabilitasi lingkungan, biaya produksi yang menjadi
tinggi, menurunnya investasi pada budidaya peternakan, kredit macet,
pengangguran dan ekspor peternakan yang ditolak di luar negeri. Kerugian akibat pemulihan public
awareness
Adanya ketakutan masyarakat untuk mengkonsumsi hasil
peternakan menyebabkan kerugian bagi industri peternakan baik dari hilir maupun
hulu, adanya penurunan wisatawan pada daerah terjadi wabah menyebabkan kerugian
industri pariwisata.
Kesimpulan :
Dari uraian-uraian yang disebut diatas dapat disimpulkan bahwa peranan dan
posisi Karantina Hewan dalam mencegah dan menangkal penyakit zoonosis sangatlah
penting. Untuk itu beberapa rekomendasi yang dapat dikemukakan: Menerapkan Sanitary and Phytosanitary Agreement – WTO untuk
meningkatkan pengawasan/monitoring/ screening terhadap hewan, produk hewan dan
media pembawa secara ketat dipintu-pintu masuk dan keluar. Sosialisasi dan penyebarluasan informasi pada masyarakat
tentang bahayanya penyakit zoonosis dan karenanya perlu ditingkatkan upaya
mencegah masuk dan tersebarnya hama penyakit hewan menular. Memberdayakan petugas Karantina Hewan secara lebih optimal
dalam pengawasan dan pemeriksaan lalu lintas hewan hewan, produk hewan dan
media pembawa secara ketat dipintu-pintu masuk dan keluar. Melakukan monitoring,
control dan surveillance secara terpadu berkoordinasi
dengan instansi terkait dalam pengendalian penyakit zoonosis melalui program
rutin nasional dengan sarana dan prasarana yang memadai.
DAFTAR PUSTAKA
[BARANTAN] BADAN
KARANTINA PERTANIAN. 2004.
Rencana Strategik Pembangunan Badan Karantina Pertanian 2005
– 2009. Jakarta : Badan Karantina Pertanian.
[PKH] PUSAT KARANTINA
HEWAN. 2002. Rencana
Strategis dan Kebijakan Teknis Karantina Hewan. Jakarta :
Pusat Karantina Hewan.
[PKH] PUSAT KARANTINA HEWAN. 2003. Buku Saku
Peraturan Perundang-undangan Karantina Hewan. Jakarta : Pusat
Karantina Hewan.
SOEJOEDONO RR. 2000. Bahan Mata Ajaran Zoonosis. Bogor :
Laboratorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
NAMA KELOMPOK:
1. SITI DARA ISLAMI LATIF
2. TAMARA FAUZIYAH
3. VINA SAFITRI